Pencegahan dan Penangulangan Pencemaran
Lingkungan di laut mempunyai maksud dan
Tujuan :
- Untuk menjaga
pelestarian Lingkungan laut
- Menjaga
Ekosistim laut
- Mencegah
tumpahan minyak atau bahan – bahan lain masuk kedalam laut yg dapat
mengakibatkan pencemaran dan merugikan lingkungan laut
- Menjaga lingkungan laut tetap Stabil dan Tidak tercemar
Definisi
Masuknya atau dimasukanya zat , Limbah Industri,
Pertanian dan Perumahan ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia/proses
alam secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya
perubahan tatanan lingkungan laut,pencemaran dan matinya biota laut yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
peruntukannya.
1.
Sumber dan jenis Pencemaran
Dalam perspektif global, pencemaran lingkungan laut dapat diakibatkan
oleh:
-
Limbah
buangan kegiatan atau aktivitas di daratan ( land- based pollution )
-
Maupun kegiatan atau aktivitas di lautan ( sea-
based pollution )
a. Pencemaran bersumber dari aktifitas di daratan ( land – based pollution )
:
-
Penebangan hutan ( deforestation )
-
Buangan limbah
industri ( disposal of industral wates )
-
Buangan limbah
pertanian ( disposal of agricultural wates )
-
Buangan limbah cair domestik ( sewage disposal )
-
Buangan limbah padat ( solid waste disposal )
-
Konversi lahan mangrove & lamun (mangrove swamp conversion )
-
Reklamasi di kawasan pesisir ( reclamation )
b. Pencemaran bersumber dari aktivitas di laut ( Sea- based pollution )
:
-
Pelayaran kapal ( shipping )
-
Dumping di laut
( ocean dumping )
-
Pertambangan ( mining )
-
Eksplorasi dan eksploitasi minyak ( oil exploiration and exploitation )
-
Budidaya laut ( mariculture )
-
Perikanan ( fishing )
2.
Menurut
sumbernya,
a.
pencemaran
berasal dari alam disebut pencemar alami (naturally pollutants) dan
b.
pencemar yang
berasal dari kegiatan manusia disebut pencemar nyata (true pollutants atau
corollary pollutants).
3.
Menurut
jenisnya, pencemar perairan (Alabaster & Llyod, 1980 ; Morris, 1978)
dinyatakan sebagai berikut :
a.
Pencemar
Inorganik Lamban (inner inorganic pollutant):
Bahan
inorganik lamban, seperti pasir, partikel-partikel tanah, buangan dari industri
pertambangan dan industri metalurgi, umumnya merupakan partikel-partikel
padatan inorganik. Partikel-partikel tersebut berada di dalam air atau perairan
dalam bentuk koloid maupun tersuspensi (melayang dalam kolom air) sehingga
menyebabkan air menjadi keruh (turbid),
b.
Pencemar Organik (organic pollutant):
Pencemar organik terdiri dari pencemar organik tidak
1.Mmudah urai (nondegradable organic pollutant)
pencemar
organik. Pencemar organik mudah urai antara lain sampah rumah tangga, kotoran
manusia dan hewan, sampah dan limbah pertanian dan berbagai jenis limbah
industri. Pencemar organik tersebut diperairan akan diuraikan oleh mikroba,
terutama berbagai jenis bacteria,
2.Pencemar organik mudah urai (degradable organic
pollutants).
Pencemar organik tidak mudah urai diantaranya adalah
batang kayu (log) yang berada di perairan, menyebabkan gangguan terhadap
navigasi dan setelah mengendap, mendangkalkan perairan. Detergent
alkylbehenesulfonate (sabun detergen dan pestisida organochlorine (misalnya,
dieldrien, DDT) termasuk pencemar organic sukar urai
c.
Pencemar Beracun: Pencemar beracun adalah pencemar yang dapat mengganggu
fungsi fisiologis atau merusak organ-organ tubuh termasuk darah, saraf dan
enzim secara langsung. Tergantung dari sifat, modus operandi (mode of actions)
dan kadar pencemar beracun yang mencemari perairan, maka pengaruh dan respon
(tingkah laku) ikan yang terkena pencemar tersebut berbeda-beda,
d.
Pencemar Radioaktif: Pencemar beradioaktif adalah limbah yang mampu menghasilkan
radiasi (bahan tersebut disebut isotope). Pencemar beradioaktif dapat
menyebabkan gangguan fungsi fisiologis organ-organ tubuh, kerusakan organ
tubuh, terbentuknya sel-sel kanker dan mutasi gen,
e.
Pencemar Biologis: Biota-biota penyebab penyakit atau kuman penyakit atau
biota patogenik mencemari perairan melalui atau bersumber dari kotoran manusia,
kotoran hewan maupun limbah perkolaman atau pertambakan ikan yang terkena
penyakit atau ikan-ikan liar yang terkena penyakit dan biota parasitik.
MARINE POLLUTION (MARPOL)
MARPOL
(Marine Polution) adalah sebuah peraturan Internasional
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran di laut. Setiap system dan
peralatan yang ada di kapal yang bersifat
menunjang peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari klas.
SEJARAH MARPOL
Pada tahun 1967 terjadi pencemaran terbesar,
ketika tanker TORREY CANYON yang kandas dipantai selatan Inggris menumpahkan 35
juta gallons crudel oil dan telah merubah pandangan masyarakat International
dimana sejak saat itu mulai dipikirkan bersama pencegahan
pencemaran secara serius. Sebagai hasilnya
adalah “ International Convention for the Prevention of Pollution from Ships “
tahun 1973(8 Oct – 23 Nov ’73) yang kemudian disempurnakan dengan TSPP ( Tanker
Safety and Pollution Prevention ) Protocol tehun 1978 dan konvensi ini dikenal
dengan nama MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku sampai sekarang.
MARPOL 73/78, Adopted 1973 dan mulai berlaku
pada tahun 1983 Sebagai senjata utama untuk pencegahan dan penanggulangan
tumpahan minyak dari kapal, dalam MARPOL ini memuat cara untuk mencegah
pencemaran yang datangnya dari kapal
baik tanker maupun yang lainnya
B. ISI PERATURAN MARPOL
Peraturan mengenai pencegahan berbagai jenis
sumber bahan pencemaran lingkungan maritim yang datangnya dari kapal dan
bangunan lepas pantai diatur dalam MARPOL Convention 73/78 Consolidated Edition
1997 yang memuat peraturan :
1.
International Convention for the Prevention of
Pollution from Ships 1973.
Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah
meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan
barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal.
Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh Negara anggotanya
seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi bagian
dari peraturan dan perundang-undangan Nasional.
2.
Protocol of 1978
Merupakan peraturan tambahan “Tanker Safety and Pollution
Prevention (TSPP)” bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan
melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang berasal
dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan modifikasi dan petunjuk
tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan pencegahan pencemaran
yang dimuat di dalam Annex 1 konvensi.
Karena itu peraturan dalam MARPOL Convention
1973 dan Protocol 1978 harus dibaca dan diinterprestasikan sebagai satu
kesatuan peraturan.
Protocol of 1978, juga memuat peraturan
mengenai :
a.
Protocol I
Kewajiban untuk melaporkan kecelakaan yang
melibatkan barang beracun dan berbahaya.
Peraturan mengenai kewajiban semua pihak untuk
melaporkan kecelakaan kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan
berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta untuk membuat petunjuk untuk
membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang
dimuat dalam Annex Protocol I.
Sesuai Article II MARPOL 73/78 Article III
“Contents of report” laporan tersebut harus memuat keterangan – keterangan sebagai berikut :
Mengenai identifikasi kapal yang terlibat
melakukan pencemaran.
Waktu, tempat dan jenis kejadian
Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah
Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan
Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab
terhadap insiden yang terjadi pada kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan
atau buangan barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal
karena kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai
petunjuk dalam Protocol dimaksud.
b.
Protocol II mengenai Arbitrasi
Berdasarkan Article 10”setlement of dispute”.
Dalam Protocol II diberikan petunjuk menyelesaikan perselisihan antara dua atau
lebih Negara anggota mengenai interprestasi atau pelaksanaan isi konvensi.
Apabila perundingan antara pihak-pihak yang berselisih tidak berhasil
menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari mereka dapat mengajukan masalah
tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan berdasarkan petunjuk dalam Protocol II
konvensi.
Selanjutnya peraturan mengenai pencegahan dan
penanggulangan pencemaran laut oleh berbagai jenis bahan pencemar dari kapal
dibahas daam Annex I s/d V MARPOL 73/78, berdasarkan jenis masing-masing bahan
pencemar sebagai berikut :
Annex I Peraturan tentang Pencegahan Pencemaran oleh
minyak Mulai berlaku 2 Oktober 1983
Annex II Peraturan tentang Pencegahan Pencemaran oleh
Cairan Beracun (Nuxious Substances) dalam bentuk Curah Mulai berlaku 6
April 1987
Annex III Peraturan tentang Pencegahan Pencemaran oleh
barang Berbahaya (Hamful Sub-Stances) dalam bentuk Terbungkus Mulai berlaku
1 Juli 1991
Annex IV Peraturan
tentang Pencegahan Pencemaran dari kotor Manusia
/hewan (Sewage) diberlakukan 27 September 2003
Annex V Peraturan tentang Pencegahan Pencemaran
Sampah Mulai berlaku 31 Desember 1988
Annex VI Peraturan tentang Pencegahan Pencemaran
udara belum diberlakukan mulai berlaku 19 may 2005
- DEFINISI-DEFINISI
BAHAN PENCEMAR
Bahan-bahan pencemar yang berasal dari kapal terdiri dari muatan yang
dimuat oleh kapal, bahan bakar yang digunakan untuk alat propulsi dan alat lain
di atas kapal dan hasil atau akibat kegiatan lain di atas kapal seperti sampah
dan segera bentuk kotoran.
Definisi bahan-bahan pencemar dimaksud berdasarkan MARPOL
73/78 adalah sebagai berikut :
- “Minyak”
adalah semua jenis minyak bumi seperti minyak mentah (crude oil) bahan
bakar (fuel oil), kotoran minyak (sludge) dan minyak hasil penyulingan
(refined product)
- “Naxious
liquid substances”. Adalah barang cair yang beracun dan berbahaya hasil
produk kimia yang diangkut dengan kapal tanker khusus (chemical tanker)
Bahan kimia dimaksud dibagi dalam 4 kategori (A,B,C, dan D) berdasarkan
derajad toxic dan kadar bahayanya.
Kategori A(X)
: Sangat berbahaya (major hazard). Karena itu muatan termasuk bekas pencuci
tanki muatan dan air balas dari tanki muatan tidak boleh dibuang ke laut.
Kategori B(Y)
: Cukup berbahaya. Kalau sampai tumpah ke laut memerlukan penanganan khusus
(special anti pollution measures).
Kategori C(Z)
: Kurang berbahaya (minor hazard) memerlukan bantuan yang agak khusus.
Kategori D(OS)
: Tidak membahayakan, membutuhkan sedikit perhatian dalam
menanganinya.
- “Hamfull substances” Adalah barang-barang
yang dikemas dalam dan membahayakan lingkungan kalau sampai jatuh ke laut.
- Sewage”. Adalah kotoran-kotoran dari toilet, WC, urinals, ruangan perawatan,
kotoran hewan serta campuran dari buangan tersebut.
- “Garbage” Adalah tempat sampah-sampah dalam bentuk sisa barang atau material hasil dari kegiatan di atas kapal atau kegiatan normal lainnya di atas kapal.
peraturan MARPOL 1973/1978
dapat dibagi dalam 3 (tiga) katagori :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut
USAHA MENCEGAH DAN
MENANGGULANGI PENCEMARAN LAUT
pada tahun 1984 dilakukan perubahan penekanan dengan
menitik beratkan pencegahan pencemaran pada kegiatan operasi kapal seperti yang
dimuat didalam Annex I terutama keharusan kapal untuk dilengkapi dengan “Oily
Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems”.
Karena itu MARPOL 73/78 Consolidated Edition
1997 dibagi dalam 3 (tiga) kategori dengan garis besarnya
sebagai berikut :
1. Peraturan untuk mencegah terjadinya Pencemaran.
Kapal dibangun, dilengkapi dengan konstruksi dan peralatan berdasarkan
peraturan yang diyakini akan dapat mencegah pencemaran terjadi dari muatan yang
diangkut, bahan bakar yang digunakan maupun hasil kegiatan operasi lainnya di
atas kapal seperti sampah-sampah dan segala bentuk kotoran.
2. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi
Kalau sampai terjadi juga pencemaran akibat kecelakaan atau kecerobohan
maka diperlukan peraturan untuk usaha mengurangi sekecil mungkin dampak
pencemaran, mulai dari penyempurnaan konstruksi dan kelengkapan kapal guna
mencegah dan membatasi tumpahan sampai kepada prosedur dari petunjuk yang harus
dilaksanakan oleh semua pihak dalam menaggulangi pencemaran yang telah terjadi.
3. Peraturan untuk melaksanakan peraturan tersebut di atas.
Peraturan prosedur dan petunjuk yang sudah dikeluarkan dan sudah menjadi
peraturan Nasional negara anggota wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua
pihak yang terlibat dalam membangun, memelihara dan mengoperasikan kapal.
Pelanggaran terhadap peraturan, prosedur dan petunjuk tersebut harus mendapat
hukuman atau denda sesuai peraturan yang berlaku.
Khusus bahan pencemaram minyak bumi, pencegahan dan penanggulanganya secara
garis besar dibahas sebagai berikut :
- 1.
Peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh minyak.
Untuk mencegah pencemaran oleh minyak bumi yang berasal dari kapal terutama
tanker dalam Annex I dimuat peraturan pencegahan dengan penekanan sebagai
berikut :
Regulation 13, Segregated Ballast Tanks, Dedicated Clean Tanks Ballast and
Crude Oil Washing (SRT, CBT dan COW)
Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sesedikit mungkin
pembuangan minyak karena kegiatan operasi adalah melengkapi tanker yang paling
tidak salah satu dari ketiga sistem pencegahan :
- Segregated Ballast Tanks (SBT)
Tanki khusus air balas yang sama sekali terpisah dari tanki muatan minyak
maupun tanki bahan bakar minyak. Sistem pipa juga harus terpisah, pipa air
balas tidak boleh melewati tanki muatan minyak.
- Dedicated Clean Ballast Tanks (CBT)
Tanki bekas muatan dibersihkan untuk diisi dengan air balas. Air balas dari
tanki tersebut, bila dibuang ke laut tidak akan tampak bekas minyak di atas
permukaan air dan apabila dibuang melalui alat pengontrol minyak (Oil Dischane
Monitoring), minyak dalam air tidak boleh lebih dari 13 ppm.
- Crude Oil Washing (COW)
Muatan minyak mentah (Crude Oil) yang disirkulasikan kembali sebagai media
pencuci tanki yang sedang dibongkar muatnnya untuk mengurangi endapan minyak
tersisa dalam tanki.
- 2.
Pembatasan Pembuangan Minyak
MARPOL 73/78 juga masih melanjutkan ketentuan hasil Konvensi 1954 mengenai
Oil Pollution 1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua bentuk
termasuk minyak mentah, minyak hasil olahan, sludge atau campuran minyak dengan
kotorn lain dan fuel oil, tetapi tidak termasuk produk petrokimia (Annex II)
Ketentuan Annex I Reg.9. “Control Discharge of Oil” menyebutkan bahwa
pembuangan minyak atau campuran minyak hanya dibolehkan apabila
- Tidak di
dalam “Special Area” seperti Laut Mediteranean, Laut Baltic, Laut Hitam,
Laut Merah dan daerah Teluk.
- Lokasi
pembuangan lebih dari 50 mil laut dari daratan
- Pembuangan
Dilakukan Waktu Kapal sedang berlayar
- Tidak
membuang minyak lebih dari 30 liter /natical mile
-
Tidak membuang minyak lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan.
- 3.
Monitoring dan Kontrol Pembuangan Minyak
Kapal tanker dengan ukuran 150 gross ton atau lebih harus dilengkapi dengan
“slop tank” dan kapal tanker ukuran 70.000 tons dead weight (DWT) atau
lebih paling kurang dilengkapi “slop tank” tempat menampung campuran dan
sisa-sisa minyak di atas kapal.
Untuk mengontrol buangan sisa minyak ke laut maka kapal harus dilengkapi
dengan alat kontrol “Oil Dischange Monitoring
and Control System” yang disetujui oleh pemerintah, berdasarkan
petunjuk yang ditetapkan oleh IMO. Sistem tersebut dilengkapi dengan alat untuk
mencatat berapa banyak minyak yang ikut terbuang ke laut. Catatan data tersebut
harus disertai dengan tanggal dan waktu pencatatan. Monitor pembuangan minyak
harus dengan otomatis menghentikan aliran buangan ke laut apabila jumlah minyak
yang ikut terbuang sudah melebihi amabang batas sesuai peraturan Reg. 9 (1a)
“Control of Discharge of Oil”.
- 4.
Pengumpulan sisa-sisa minyak
Reg. 17 mengenai “Tanks for Oil Residues (Sludge)” ditetapkan bahwa untuk
kapal ukuran 400 gross ton atau lebih harus dilengkapi dengan tanki penampungan
dimana ukurannya disesuaikan dengan tipe mesin yang digunakan dan jarak
pelayaran yang ditempuh kapal untuk menampung sisa minyak yang tidak boleh
dibuang ke laut seperti hasil pemurnian bunker, minyak pelumas dan bocoran
minyak dimakar mesin.
Tanki-tanki penampungan dimaksud disediakan di
tempat-tempat seperti :
- Pelebuhan
dan terminal dimana minyak mentah dimuat.
- Semua
pelabuhan dan terminal dimana minyak selain minyak mentah dimuat lebih
dari 100 ton per hari.
- Semua
daerah pelabuhan yang memiliki fasilitas galangan kapal dan pembersih
tanki.
- Semua
pelabuhan yang bertugas menerima dan memproses sisa minyak dari kapal.
- 5.
Peraturan untuk menanggulangi pencemaran oleh minyak
Sesuai Reg. 26 “Shipboard Oil Pollution Emergency Plan” untuk menanggulangi
pencemaran yng mungkin terjadi maka tanker ukuran 150 gross ton atau lebih dan
kapal selain tanker 400 grt atau lebih, harus membuat rencana darurat
pananggulangan pencemaran di atas kapal.
- 6.
Peraturan pelaksanan dan ketentuan pencegahan dan penanggulangan
pencemaran oleh minyak.
Pencegahan dan penaggulangan pencemaran yang datangnya dari kapal tanker,
perlu dikontrol melalui pemeriksaan dokumen sebagai bukti bahwa pihak
perusahaan pelayaran dan kapal sudah melaksanakannya dengan semestinya.
BalasHapustrimakasih infonya, bermanfaat sekali
baca juga :
pabrik tas branded murah
pabrik tas murah
Pabrik tas wanita
Info nya lengkap. Trima kasih
BalasHapusPengertian pencemaran laut secara umum
BalasHapusPencegahan pencemaran laut umumnya yaitu masuknya atau dimasukannya zat limbah atau minyak oil yg masuk ke laut yg d sebabkan nya oleh manusia maupun secara langsung atau tidak langsung
Hapus